Latar Belakang

Dalam satu dasawarsa terakhir, Indonesia mengalami banyak musibah bencana seperti  gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, bahkan bencana sosial seperti konflik antar suku dan separatisme.  Harus disadari keadaan ini terjadi karena Indonesia berada dalam wilayahring of fire yang rawan bencana, terbentuk dari 13.466 pulau dengan 1.340 suku bangsa.  Data di lapangan menunjukkan bahwa frekuensi danmagnitude bencana di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat.

Keberadaan Muhammadiyah di negeri ini tidak dapat dipungkiri.  Berdiri pada tahun 1912, kemudian turut serta membidani lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Kini dan kemudian, Muhammadiyah akan terus mengabdi menuju tercapainya cita-cita, membentuk masyarakat islam yang sebenar-benarnya yang diridhoi Allah SWT.

Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, Muhammadiyah telah memiliki peranan penting dalam penanganan bencana di tingkat nasional bahkan internasional.  Kiprahnya telah dimulai sejak 1917 ketika menolong korban letusan Gunung Kelud dan mulai lebih masif pada saat bencana tsunami di Aceh tahun 2004, hingga berbagai bencana yang terjadi pada saat ini.

Muhammadiyah menyadari bahwa apa-apa yang telah dilakukan tersebut sesungguhnya masih jauh di bawah potensi yang dimiliki.  Dari sejumah 174 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang berada dan tersebar di seluruh pelosok tanah air,  baru sedikit PTM yang memiliki kelembagaan –seperti pusat studi kebencanaan misalnya- yang bergerak di bidang kebencanaan.  Minimnya jumlah kelembagaan ini mengakibatkan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi bidang kebencanaan di PTM masih rendah.

Di sisi lain, PTM yang telah memiliki kelembagaan kebencanaan masih banyak pula yang belum dilengkapi dengan Standard Operational Procedure(SOP), sehingga sering terjadi inkoordinasi pada saat upaya penanganan bencana dilakukan.  Padahal, upaya penanganan bencana pada umumnya bersifat emergencies.  Kurangnya koordinasi juga menyebabkan upaya penanggulangan bencana lebih banyak dilakukan secara sporadis dan soliter sehingga peran Muhammadiyah secara jama’i menjadi kurang optimal karena tentu saja, di satu PTM terdapat keunggulan bidang tertentu tetapi lemah di bidang yang lain.

Untuk mengawali penyatuan sikap dan pandangan serta menyusun langkah-langkah organisatoris yang antisipatif, melalui curah pendapat serta berbagi pengalaman empiris dari para praktisi dan akademisi Muhammadiyah, maka diselenggarakanlah kegiatan ini.